Portal berita piyungan cukup fenomenal. Di tengah krisis media cetak berbasis yang diusung gerakan Islam terutama PKS. Piyungan cukup menjadi alternatif berita. Bahkan oleh banyak kalangan, portal piyungan kerap menjadi sumber di era digital.
Lazimnya kehidupan yang penuh warna-warni, Piyungan sempat meraup sanjungan puja-puji. Semua seakan terpuaskan, seiring dengan mati surinya majalah Saksi, majalah Tarbawi, dan susah bangkitnya majalah Intima yang cenderung megap-megap untuk sekedar bertahan. Portal Piyungan mau tidak mau, suka tidak suka, telah meraih kunjungan jutaan.
Akan tetapi, tak ada gading yang tak retak. Semua tahu, portal Piyungan hanya portal level kecamatan yang dikelola perorangan. Semua tahu, Piyungan hanya mahir menggunakan jurus copas, salam tempel, atau modal share. Selain tak punya modal dana, modal SDM pun dia lagi dia lagi. Terlalu berlebihan jika Piyungan diposisikan sekelas Detik.com, tempo, atau republika online. Apalagi harus dituntut dengan aturan jurnalistik yang baku.
Portal Piyungan bukan web resmi PKS, itu semua orang tahu. Piyungan mendunia, tak lepas efek berkah dari berita-berita yang kerap mengutamakan berita seputar PKS. Keberkahan yang sama dirasakan penerbit buku, perusahaan kerudung, kaos kaki, bahkan siapapun yang pernah bersentuhan dengan PKS, baik yang pro maupun yang kontra.
Terlalu naif rasanya jika saat Piyungan melesatkan berita PKS, lalu semua melakukan jurus yang sama: copas, salam tempel, share. Namun saat Piyungan terpeleset dan melesetkan satu dua berita, lalu semua menjatuhkan vonis yang sama: Pyongyang, Puyengpang, dll. Kemudianenebar tuduhan: Piyungan hanya numpak hidup dari nama besar PKS.
Sahabat, saya tidak sedang membela Piyungan. Kendati tulisan saya banyak dimuat Piyungan, tapi tak pernah sekalipun saya share berita dari Piyungan. Bukan apa-apa, jurus tabayun, chek and rechek, tetap tak boleh dilewatkan.
Oleh karena itu, jika Piyungan dianggap nakal. Apakah wajar bila penyikapannya hanya dengan cacian dan aksi mempermalukan? Bukankah punishment yang berlebihan berdampak pada kematian kreativitas? Orangtua yang bijak tak akan menganggap kenakalan sebagai musibah, justru ia adalah anugerah terindah. Asal dikelola dengan visi peradaban menjadikan Indoneaia sepenggal Firdaus.
Tunjukkan kesalahan Piyungan. Bantu memperbaiki. Tapi tidak berkomplot mematikannya, selama belum mampu membuat alternatif. Mari terus mengasah perbedaan menjadi rahmatan.
Lazimnya kehidupan yang penuh warna-warni, Piyungan sempat meraup sanjungan puja-puji. Semua seakan terpuaskan, seiring dengan mati surinya majalah Saksi, majalah Tarbawi, dan susah bangkitnya majalah Intima yang cenderung megap-megap untuk sekedar bertahan. Portal Piyungan mau tidak mau, suka tidak suka, telah meraih kunjungan jutaan.
Akan tetapi, tak ada gading yang tak retak. Semua tahu, portal Piyungan hanya portal level kecamatan yang dikelola perorangan. Semua tahu, Piyungan hanya mahir menggunakan jurus copas, salam tempel, atau modal share. Selain tak punya modal dana, modal SDM pun dia lagi dia lagi. Terlalu berlebihan jika Piyungan diposisikan sekelas Detik.com, tempo, atau republika online. Apalagi harus dituntut dengan aturan jurnalistik yang baku.
Portal Piyungan bukan web resmi PKS, itu semua orang tahu. Piyungan mendunia, tak lepas efek berkah dari berita-berita yang kerap mengutamakan berita seputar PKS. Keberkahan yang sama dirasakan penerbit buku, perusahaan kerudung, kaos kaki, bahkan siapapun yang pernah bersentuhan dengan PKS, baik yang pro maupun yang kontra.
Terlalu naif rasanya jika saat Piyungan melesatkan berita PKS, lalu semua melakukan jurus yang sama: copas, salam tempel, share. Namun saat Piyungan terpeleset dan melesetkan satu dua berita, lalu semua menjatuhkan vonis yang sama: Pyongyang, Puyengpang, dll. Kemudianenebar tuduhan: Piyungan hanya numpak hidup dari nama besar PKS.
Sahabat, saya tidak sedang membela Piyungan. Kendati tulisan saya banyak dimuat Piyungan, tapi tak pernah sekalipun saya share berita dari Piyungan. Bukan apa-apa, jurus tabayun, chek and rechek, tetap tak boleh dilewatkan.
Oleh karena itu, jika Piyungan dianggap nakal. Apakah wajar bila penyikapannya hanya dengan cacian dan aksi mempermalukan? Bukankah punishment yang berlebihan berdampak pada kematian kreativitas? Orangtua yang bijak tak akan menganggap kenakalan sebagai musibah, justru ia adalah anugerah terindah. Asal dikelola dengan visi peradaban menjadikan Indoneaia sepenggal Firdaus.
Tunjukkan kesalahan Piyungan. Bantu memperbaiki. Tapi tidak berkomplot mematikannya, selama belum mampu membuat alternatif. Mari terus mengasah perbedaan menjadi rahmatan.